Apple stock ternyata mengalami penurunan drastis sebesar 20% sepanjang tahun 2025, yang merupakan kinerja terburuknya dalam 15 tahun terakhir. Setelah presentasi di WWDC 2025, saham perusahaan bahkan turun 1,5% dari $204,34 menjadi $201,42, menyebabkan kerugian sekitar $75 miliar dalam nilai pasar dalam sekejap.
Saya perhatikan perkembangan apple stock today sangat mengkhawatirkan, dengan nilai kapitalisasi pasar yang kini berada di sekitar $3,28 triliun. Perusahaan yang dulunya menduduki posisi teratas sebagai perusahaan paling berharga di dunia, sekarang telah tergeser ke posisi ketiga di belakang Microsoft ($3,44 triliun) dan Nvidia ($3,31 triliun). Apple stock news terbaru menunjukkan bahwa why is apple stock down terutama disebabkan oleh pengumuman AI yang mengecewakan dan kemajuan yang minim dalam peningkatan Siri. Sementara itu, apple stock market terus bergejolak seiring pengakuan Apple bahwa versi Siri yang lebih canggih yang diumumkan tahun lalu masih belum siap diluncurkan.
Reaksi Pasar Setelah WWDC 2025
Presentasi utama WWDC 2025 langsung memicu reaksi negatif di pasar saham. Selama acara berlangsung, saham Apple tiba-tiba anjlok lebih dari 2,5%, menghapus sekitar Rp 1,19 triliun dari nilai pasar perusahaan. Penurunan drastis ini terjadi hanya enam menit setelah dimulainya presentasi, ketika harga saham turun dari sekitar Rp 3,27 juta menjadi di bawah Rp 3,19 juta.
Momen krusial yang memicu kejatuhan ini adalah ketika Craig Federighi, kepala perangkat lunak Apple, mengakui bahwa pembaruan Siri yang dijanjikan masih belum siap. “Kami melanjutkan pekerjaan untuk menghadirkan fitur yang membuat Siri lebih personal,” ujar Federighi. “Pekerjaan ini membutuhkan lebih banyak waktu untuk mencapai standar kualitas tinggi kami, dan kami berharap dapat membagikan lebih banyak tentang hal itu di tahun mendatang”.
Pengakuan ini sangat mengecewakan investor yang berharap Apple akan menunjukkan kemajuan signifikan dalam strategi AI-nya. Alih-alih mengumumkan pembaruan besar, Apple hanya menyampaikan pesan bahwa fitur AI utama masih dalam pengembangan. Pada akhir acara, saham Apple diperdagangkan turun sekitar 1,5%.
Beberapa analis Wall Street bereaksi negatif terhadap pengumuman tersebut. Angelo Zino dari CFRA Research menyebut keynote WWDC sebagai “kegagalan”, terutama jika dibandingkan dengan konferensi pengembang perangkat lunak lainnya seperti Google I/O. Sementara itu, Dan Ives dari Wedbush Securities menyebut presentasi tersebut sebagai “membosankan”.
Meskipun demikian, banyak analis tetap optimis tentang prospek jangka panjang Apple. Goldman Sachs, misalnya, mempertahankan pandangan positifnya terhadap saham Apple meskipun ada penurunan setelah acara. Dipanjan Chatterjee, analis Forrester, mengatakan kepada Business Insider: “Keheningan seputar Siri sangat memekakkan telinga; topik tersebut dengan cepat diabaikan hingga waktu yang tidak ditentukan tahun depan”.
Saham Apple telah berjuang sepanjang tahun 2025, turun hampir 20% sejak awal tahun di tengah kekhawatiran tentang dampak tarif dan ketakutan Apple tertinggal dalam perlombaan AI. Apple kini telah merosot ke posisi ketiga dalam peringkat nilai pasar global, di belakang Microsoft dan Nvidia.
Kinerja Saham Apple Sepanjang 2025

Sepanjang tahun 2025, saham Apple telah mengalami masa sulit dengan penurunan sekitar 19-20%. Ini menjadikan Apple sebagai perusahaan berkinerja terburuk di antara kelompok “Magnificent Seven”, hanya Tesla yang performanya lebih buruk. Saat ini, harga saham Apple berada 21% di bawah puncaknya, dan ditutup pada sekitar Rp 3,2 juta pada awal Juni 2025.
Meskipun Apple pernah menduduki posisi teratas sebagai perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia, kini posisinya telah diambil alih oleh Microsoft dan Nvidia. Nilai pasar Apple saat ini sekitar Rp 49,9 triliun, sementara Microsoft mencapai Rp 50,7 triliun. Terlebih lagi, investor legendaris Warren Buffett melalui Berkshire Hathaway telah menjual sebagian besar saham Apple dalam beberapa kuartal terakhir.
Namun demikian, dari segi finansial, Apple masih menunjukkan kekuatannya. Pada kuartal kedua tahun fiskal 2025 (berakhir Maret), Apple melaporkan pendapatan sebesar Rp 1.512 triliun, meningkat 5,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Laba per saham mencapai Rp 26.160, melampaui ekspektasi sebesar Rp 475. Bisnis Layanan tumbuh mengesankan sebesar 12% mencapai Rp 421 triliun, sementara Produk meningkat 3% menjadi Rp 1.089 triliun.
Akibatnya, marjin operasional Apple tetap stabil di 31%, menunjukkan efisiensi operasional meskipun menghadapi tekanan dari ketegangan perdagangan global. Rasio harga-terhadap-pendapatan (P/E) Apple sekitar 32, sedikit lebih rendah dari Microsoft yang mencapai 36, mengindikasikan valuasi premium tetapi masih kompetitif.
Sementara itu, beberapa analis tetap optimis tentang prospek Apple. Para ahli memproyeksikan pertumbuhan pendapatan 5% untuk tahun fiskal 2025 dan 8% untuk tahun fiskal 2026. Walaupun begitu, tantangan utama bagi Apple adalah agenda perdagangan Presiden Trump, khususnya tarif baru yang bisa berdampak hingga Rp 10 triliun pada nilai pasar perusahaan. UBS memperkirakan iPhone high-end bisa mengalami kenaikan harga sekitar 30%, sementara Barclays memprediksi dampak negatif hingga 15% pada laba per saham jika Apple tidak menaikkan harga.
Faktor Internal dan Eksternal yang Memperburuk Situasi
Sejumlah faktor internal dan eksternal telah berkontribusi terhadap penurunan apple stock selama 2025. Keterlambatan inovasi AI menjadi masalah utama yang membuat investor kecewa. Apple terpaksa menunda pembaruan Siri yang dijanjikan hingga 2026 karena masalah teknis, dengan kinerja yang hanya benar sekitar dua pertiga waktu. Sementara itu, pesaing seperti Google telah meluncurkan fitur AI yang lebih maju, termasuk analisis layar real-time dan pengelolaan tugas proaktif.
Tantangan struktural dalam pengembangan AI Apple juga terungkap. Perusahaan mengalami kesulitan ketika mencoba menggabungkan kode lama Siri dengan teknologi baru. Selain itu, Bloomberg melaporkan bahwa Apple terburu-buru mengembangkan fitur AI setelah peluncuran ChatGPT pada 2022. Perubahan kepemimpinan juga terjadi dengan penggantian John Giannandrea dari proyek Siri, menandakan upaya untuk mengatasi kemunduran setelah tersandung dalam peluncuran utama.
Selain itu, tekanan regulasi semakin memperburuk masalah. Regulator antimonopoli UE memerintahkan Apple untuk membuka ekosistem tertutupnya bagi pesaing, dengan potensi denda hingga 10% dari penjualan global tahunan jika tidak mematuhi perintah tersebut. Di AS, kasus antitrust DOJ mengancam pemisahan divisi perangkat keras dan perangkat lunak Apple.
Terlebih lagi, ketergantungan pada manufaktur di China menjadi semakin berisiko. CEO Tim Cook memperingatkan bahwa tarif prospektif AS pada elektronik dapat menimbulkan biaya tambahan sekitar Rp 14,27 triliun pada kuartal Juni. Meskipun iPhone saat ini dibebaskan dari tarif AS, ketidakpastian mendorong Apple untuk memindahkan produksi lebih banyak dari China ke India dan Vietnam.
Akibatnya, pertumbuhan Apple tertinggal dibandingkan kompetitor. Tingkat pertumbuhan Apple untuk tahun depan diperkirakan hanya 13,06%, jauh di bawah industri Computer – Micro Computers yang mencapai 18,50%. Valuasi Apple juga relatif mahal, dengan rasio P/E 37,87X dibandingkan 18,02X yang ditawarkan industri.
Oleh karena itu, meskipun Apple masih memiliki margin mengesankan, faktor-faktor ini secara kolektif telah menggerogoti kepercayaan investor terhadap prospek jangka panjang perusahaan.
Kesimpulan
Melihat penurunan saham Apple sebesar 20% sepanjang 2025, kita bisa memahami bagaimana sebuah perusahaan teknologi raksasa pun tidak kebal terhadap tekanan pasar. Sebelumnya, Apple menduduki puncak perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia, namun kini telah tergeser ke posisi ketiga di belakang Microsoft dan Nvidia. Pengumuman yang mengecewakan di WWDC 2025 hanya memperburuk situasi, terutama ketika Craig Federighi mengakui keterlambatan pembaruan Siri.
Berbagai faktor telah berkontribusi terhadap kejatuhan ini. Pertama, keterlambatan inovasi AI Apple dibandingkan pesaingnya menjadi pukulan telak bagi investor yang mengharapkan terobosan signifikan. Kedua, tantangan struktural dalam pengembangan AI menunjukkan kesulitan perusahaan beradaptasi dengan teknologi baru. Ketiga, tekanan regulasi dari AS dan UE semakin membebani prospek pertumbuhan Apple.
Masalah eksternal juga turut mempersulit kondisi. Ketergantungan pada manufaktur di China menjadi semakin berisiko di tengah ketegangan perdagangan global. Tarif baru yang diusulkan Presiden Trump berpotensi menambah biaya hingga Rp 14,27 triliun pada kuartal Juni. Akibatnya, Apple mulai memindahkan produksi ke negara-negara seperti India dan Vietnam.
Meskipun demikian, Apple masih menunjukkan kekuatan finansial dengan pendapatan meningkat 5,1% pada kuartal kedua tahun fiskal 2025. Bisnis Layanan tumbuh mengesankan sebesar 12%, sedangkan Produk meningkat 3%. Marjin operasional tetap stabil di 31%, membuktikan efisiensi operasional perusahaan.
Bagaimanapun, tantangan terbesar Apple saat ini adalah meyakinkan investor bahwa perusahaan masih mampu berinovasi di era AI. Kegagalan menepati janji pembaruan Siri telah mengguncang kepercayaan pasar. Oleh karena itu, tahun 2026 akan menjadi tahun penentu bagi Apple untuk membuktikan bahwa penurunan saham saat ini hanyalah sementara, bukan tanda kemunduran jangka panjang.
Baca inovasi terbaru dari Rahasia Liquid Glass di iOS 26 Ungkap Inovasi Baru.