Kerja 4 hari seminggu ternyata bukanlah sekadar tren semata, tetapi sistem yang terbukti meningkatkan produktivitas perusahaan. Studi terbaru menunjukkan bahwa perusahaan di Inggris yang menerapkan sistem ini mengalami peningkatan pendapatan rata-rata sebesar 1,4 persen selama uji coba dan meningkat hingga 35 persen dibanding periode yang sama di tahun-tahun sebelumnya. Hasil yang mengejutkan ini membuat kita perlu mengevaluasi kembali sistem kerja konvensional yang selama ini kita terapkan.
Sistem kerja 4 hari seminggu kini mulai diadopsi oleh berbagai perusahaan di Indonesia, khususnya startup teknologi. Meskipun demikian, masih terdapat pro dan kontra mengenai efektivitasnya. Di satu sisi, 64 persen pemimpin perusahaan yang menerapkan kebijakan ini melihat adanya peningkatan produktivitas, kualitas pekerjaan, dan kesejahteraan karyawan secara umum. Selain itu, komitmen kerja karyawan meningkat sebesar 20 persen, tingkat stres menurun sebanyak 7 persen, dan work life balance naik sebesar 24 persen. Namun, beberapa pelaku industri juga mengkhawatirkan dampaknya terhadap daya saing, kepuasan pelanggan, hingga profitabilitas bisnis.
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana minggu kerja yang dipadatkan menjadi 4 hari sedang mengubah lanskap pekerjaan di Indonesia, serta menganalisis manfaat dan tantangan yang perlu dipertimbangkan sebelum mengadopsi model waktu kerja 4 hari seminggu ini. Kita juga akan melihat contoh nyata dari perusahaan Indonesia yang telah menerapkan dan mendapatkan hasil positif dari sistem kerja 4 hari seminggu ini.
Startup Indonesia mulai adopsi sistem kerja 4 hari seminggu

Sejumlah startup teknologi di Indonesia kini mulai mengadopsi sistem kerja 4 hari seminggu, mengikuti tren global yang semakin populer pasca-pandemi. Sistem yang juga dikenal sebagai Compressed Work Schedule (CWS) ini memungkinkan karyawan menikmati libur lebih panjang dengan tetap mempertahankan jam kerja 40 jam per minggu.
Perusahaan teknologi memimpin tren
Perusahaan teknologi dan startup menjadi pionir dalam mengadopsi minggu kerja yang lebih pendek di Indonesia. Kementerian BUMN bahkan telah memulai uji coba sistem ini sejak pertengahan tahun lalu dan kini resmi menerapkannya. Menteri BUMN Erick Thohir mengumumkan bahwa sistem kerja 4 hari seminggu ini memungkinkan pegawai menikmati libur pada hari Jumat sebanyak dua kali dalam sebulan. Beberapa startup teknologi melaporkan peningkatan produktivitas hingga 40% setelah menerapkan sistem ini, mirip dengan hasil yang dilaporkan oleh Microsoft Jepang.
Dampak pandemi terhadap pola kerja
Pandemi COVID-19 menjadi katalis utama perubahan sistem kerja di Indonesia. Sebelum pandemi, banyak organisasi mengandalkan sistem kerja konvensional dengan kehadiran fisik di kantor setiap hari. Namun, keadaan darurat kesehatan global memaksa perusahaan beradaptasi dengan model kerja baru. Sistem kerja 4 hari telah menjadi bagian dari revolusi kerja yang dipercepat oleh pandemi, dengan lebih dari 40% profesional di Asia Tenggara—termasuk Indonesia—mengaku ingin bekerja secara remote bahkan setelah pandemi usai.
Perubahan budaya kerja pasca-remote
Pasca-pandemi, terjadi perubahan signifikan dalam budaya kerja yang menjadikan model hybrid dan online sebagai hal yang lumrah. Perusahaan-perusahaan seperti Google telah menjadi pionir dalam mengimplementasikan model kerja hybrid yang memungkinkan karyawan bekerja secara remote hingga tiga hari dalam seminggu.
Meskipun demikian, tidak semua industri bisa menerapkan sistem kerja 4 hari. Industri ritel, kesehatan, pariwisata, dan logistik menghadapi tantangan besar karena ketergantungan pada interaksi langsung dengan pelanggan. Abbie Amelia Goenawi, kepala HR di sebuah perusahaan ritel nasional menjelaskan, “Ritel adalah bisnis di mana karyawan perlu langsung melayani pelanggan di toko-toko fisik. Jika hari kerja dikurangi, kesempatan pelanggan untuk membeli produk juga berkurang”.
Sementara itu, sistem kerja 4 hari lebih cocok diterapkan pada sektor industri berbasis digital, kreatif, teknologi, dan jasa profesional yang tidak terlalu terikat dengan jam operasional tetap.
Apa manfaat kerja 4 hari seminggu bagi karyawan dan perusahaan?
Berbagai penelitian terbaru membuktikan bahwa sistem kerja 4 hari seminggu memberikan beragam manfaat, tidak hanya bagi karyawan tetapi juga bagi perusahaan. Dampak positif ini menjadi alasan utama mengapa semakin banyak organisasi mulai mempertimbangkan penerapan sistem ini.
Peningkatan work-life balance
Sistem kerja 4 hari memberikan karyawan waktu lebih banyak untuk kegiatan pribadi, keluarga, dan rekreasi. Studi menunjukkan work-life balance meningkat hingga 24% pada perusahaan yang menerapkan sistem ini. Karyawan memiliki tiga hari libur untuk memulihkan energi dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Laura Etchells, seorang karyawan yang bekerja empat hari seminggu, mengatakan, “Manfaat utamanya adalah saya jadi dapat menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-anak saya sambil tetap menjaga pekerjaan full-time saya”.
Produktivitas meningkat meski jam kerja dipadatkan
Menariknya, sistem ini justru meningkatkan produktivitas. Microsoft di Jepang melaporkan peningkatan produktivitas sebesar 40% dan penjualan melonjak 39,9% per orang setelah menerapkan sistem kerja 4 hari. Sementara itu, 91% karyawan dalam studi global menyatakan bahwa mereka lebih bahagia dan lebih produktif pada shift kerja yang dipadatkan. Hal ini terjadi karena karyawan menjadi lebih fokus dan efisien dalam menyelesaikan tugas mereka.
Kesehatan mental karyawan lebih terjaga
Dampak sistem kerja 4 hari terhadap kesehatan mental sungguh signifikan:
- 71% karyawan melaporkan tingkat burnout (kelelahan kerja) yang lebih rendah
- Tingkat stres menurun sebanyak 7%
- 39% karyawan mengalami penurunan tingkat stres
- Masalah tidur menurun pada 40% pekerja
Selain itu, jumlah hari sakit yang diambil karyawan menurun hingga 65%. Dale Whelehan, seorang ilmuwan perilaku, menegaskan bahwa “dengan pengurangan jam kerja, kami telah melihat penurunan stres yang signifikan”.
Efisiensi biaya operasional perusahaan
Dari sisi perusahaan, penerapan sistem kerja 4 hari juga membawa efisiensi biaya operasional. Selama masa uji coba, Microsoft mencatat penurunan konsumsi listrik sebesar 23,1% dan penggunaan kertas berkurang hingga 59%. Perusahaan juga dapat menghemat biaya terkait fasilitas kantor seperti pemanasan atau pendinginan gedung. Bahkan, pendapatan perusahaan yang menerapkan sistem ini mengalami sedikit peningkatan, rata-rata 1,4%.
Secara keseluruhan, sistem kerja 4 hari seminggu menciptakan siklus positif: karyawan lebih bahagia dan sehat, produktivitas meningkat, dan perusahaan menikmati penghematan biaya serta peningkatan pendapatan.
Apa tantangan penerapan sistem kerja 4 hari seminggu?
Meskipun sistem kerja 4 hari seminggu menawarkan banyak manfaat, penerapannya menghadapi berbagai tantangan yang perlu dipertimbangkan secara matang oleh perusahaan.
Koordinasi antar tim menjadi lebih kompleks
Salah satu masalah utama adalah koordinasi antar departemen yang bekerja dengan jadwal berbeda. Dalam kasus nyata, sebuah perusahaan yang menerapkan sistem ini menemukan bahwa sementara beberapa tim hanya bekerja empat hari, tim lain yang berhubungan langsung dengan klien tetap harus beraktivitas di hari libur tambahan. “Tim yang harus bekerja pada hari Jumat secara tidak langsung menyalahkan kebijakan empat hari ini karena membuat stakeholder lain tidak bisa berpartisipasi dan pekerjaan menjadi semakin lama”. Akibatnya, jadwal rapat sering menumpuk dalam empat hari, menyebabkan kelelahan kognitif bagi karyawan.
Tidak semua industri bisa mengadopsi
Sistem kerja 4 hari seminggu tidak cocok untuk semua sektor industri. Pekerjaan dengan sistem shift seperti industri perhotelan, keperawatan, dan transportasi sangat sulit menerapkan sistem ini. Selain itu, sektor-sektor berikut juga menghadapi kendala besar:
- Ritel, yang sangat bergantung pada interaksi langsung dengan pelanggan
- Layanan kesehatan dan pariwisata yang memerlukan kehadiran konstan
- Manufaktur dan energi yang harus beroperasi 24/7
- Logistik yang tidak bisa mengurangi layanan pengiriman harian
Risiko beban kerja menumpuk dalam 4 hari
Pekerjaan yang tadinya tersebar dalam lima hari harus diselesaikan dalam waktu lebih singkat, sehingga meningkatkan tekanan kerja. Dalam praktiknya, 92% perusahaan yang menjalani uji coba hanya mengurangi jam kerja 1-3 jam per minggu, bukan satu hari penuh. Hal ini membuat karyawan justru mengalami stres lebih besar karena dituntut menghasilkan produktivitas yang sama dalam waktu lebih singkat. “Beban pekerjaan yang semakin padat dalam empat hari justru menciptakan lingkungan kerja yang lebih stres bagi sebagian karyawan”.
Ekspektasi pelanggan tetap 5 hari kerja
Pelanggan umumnya tetap berharap layanan tersedia lima hari seminggu. “Ekspektasi klien tetap sama—mereka mengharapkan pelayanan tetap berjalan pada hari tersebut”. Pengurangan hari kerja berisiko menimbulkan ketidakpuasan pelanggan karena waktu pelayanan yang berkurang. Bahkan, beberapa eksekutif mengkhawatirkan dampak kompetitif: “Kalau kompetitor tetap bekerja lima atau enam hari seminggu sementara kita hanya empat hari, itu bisa jadi risiko besar. Kita bisa kehilangan pelanggan, tertinggal dalam inovasi, atau bahkan memberikan keuntungan bagi pesaing”.
Apakah Indonesia siap menerapkan sistem kerja 4 hari seminggu?
Penerapan sistem kerja 4 hari seminggu di Indonesia mulai menunjukkan perkembangan nyata, meskipun masih terbatas pada beberapa institusi. Saat mempertimbangkan kesiapan Indonesia, kita perlu melihat berbagai aspek implementasi yang sudah berjalan hingga saat ini.
Contoh perusahaan lokal yang sudah mencoba
Kementerian BUMN menjadi institusi pertama yang secara resmi menerapkan sistem kerja 4 hari seminggu di Indonesia. Program ini dibungkus dalam Compressed Work Schedule (CWS) yang telah diuji coba sejak pertengahan tahun lalu. Menteri BUMN Erick Thohir mencetuskan sistem ini untuk memberi kesempatan pegawai menikmati libur pada hari Jumat sebanyak dua kali dalam sebulan. Namun, penerapan ini baru berlaku di Kementerian BUMN, belum diterapkan di perusahaan-perusahaan BUMN.
Kesiapan infrastruktur dan regulasi
Dari sisi regulasi, Indonesia masih dalam proses persiapan. Deputi Bidang Manajemen SDM, Teknologi, dan Informasi Kementerian BUMN, Tedi Bharata mengatakan bahwa pihaknya sedang mematangkan regulasi dan platform digital yang diperlukan. “Dari segi regulasi sedang kita matangkan, juga secara sistem, karena perlu enabler (penggerak), perlu digital-digital untuk platform-nya”. Selain itu, implementasi sistem ini memerlukan syarat seperti penyelesaian 40 jam kerja per minggu dan persetujuan dari atasan.
Perbedaan kesiapan antara sektor swasta dan pemerintah
Terdapat kesenjangan kesiapan yang signifikan antara sektor pemerintah dan swasta. Di sektor pemerintahan, sistem kerja 4 hari lebih mudah diterapkan karena tidak ada persaingan bisnis langsung. Sementara itu, sektor swasta harus mempertimbangkan faktor kompetisi dan ekspektasi pelanggan. Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahkan menyatakan belum ada pembahasan konkret mengenai penerapan sistem ini di lingkungan Aparatur Sipil Negara, karena pengaturan 5 hari kerja masih dipandang relevan dengan kebutuhan layanan saat ini.
Perlu studi dan uji coba lebih lanjut
Para ahli menekankan bahwa Indonesia belum sepenuhnya siap menerapkan sistem kerja 4 hari seminggu secara luas. Pola ini dianggap belum cocok diterapkan di Indonesia karena tantangan infrastruktur seperti jarak tempuh yang jauh dan kemacetan. “Pekerja sekitar Jakarta umumnya menempuh perjalanan 2 jam untuk pergi ke kantor sehingga mereka menghabiskan waktu 4 jam di jalan per hari”. Oleh karena itu, diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat kesesuaian budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia dengan sistem ini, serta dampaknya terhadap produktivitas, kesehatan mental, dan perekonomian negara secara keseluruhan.
Kesimpulan: Masa Depan Kerja 4 Hari Seminggu di Indonesia
Setelah melihat berbagai aspek sistem kerja 4 hari seminggu, kita dapat menyimpulkan bahwa model ini menawarkan potensi besar untuk mengubah lanskap kerja di Indonesia. Meskipun demikian, penerapannya membutuhkan pertimbangan matang dari berbagai sisi.
Manfaat sistem ini sungguh menjanjikan. Peningkatan produktivitas hingga 40%, work-life balance yang meningkat 24%, dan penurunan tingkat stres sebesar 7% menjadi bukti nyata keberhasilannya. Selain itu, perusahaan juga mendapatkan efisiensi biaya operasional melalui pengurangan konsumsi listrik dan penggunaan kertas.
Namun, beberapa tantangan masih perlu diatasi. Pertama, koordinasi antar tim menjadi lebih kompleks ketika jadwal kerja berbeda-beda. Kedua, tidak semua industri dapat menerapkan sistem ini, terutama sektor ritel, kesehatan, dan pariwisata yang membutuhkan kehadiran konstan. Ketiga, risiko beban kerja menumpuk dalam empat hari dapat menciptakan tekanan baru bagi karyawan.
Kesiapan Indonesia mengadopsi sistem ini juga masih terbatas. Walaupun Kementerian BUMN telah memulai uji coba, infrastruktur dan regulasi pendukung masih dalam tahap pengembangan. Kesenjangan kesiapan antara sektor pemerintah dan swasta pun terlihat jelas.
Masa depan kerja 4 hari seminggu di Indonesia bergantung pada kemampuan adaptasi perusahaan dan karyawan. Studi lebih lanjut tentang kesesuaian dengan budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia sangat diperlukan. Tentu saja, implementasi bertahap dan fleksibel akan memungkinkan organisasi untuk menyesuaikan sistem dengan kebutuhan spesifik mereka.
Akhirnya, perubahan sistem kerja bukanlah semata-mata tentang pengurangan hari kerja, tetapi lebih kepada transformasi cara kita memandang produktivitas dan kesejahteraan. Keseimbangan antara efisiensi kerja dan kualitas hidup menjadi kunci utama kesuksesan sistem ini. Dengan perencanaan yang matang dan adaptasi yang tepat, sistem kerja 4 hari seminggu bisa menjadi katalis positif bagi dunia kerja Indonesia di masa depan.
Digital Detox Sunday: Cara Gen Z Tenang di 2025 Baca artikel ini untuk mengetahui cara genZ mengatasi boring.
Pingback: AI Bantu Hemat 3 Jam Sehari: Pengalaman Pakai ChatGPT -